Friday, September 14, 2012

Perlawanan Foke di Putaran Kedua




Kekalahan pada putaran pertama tidak membuat Foke dan pendukungnya patah semangat. Persiapan incumbent ini melakukan perlawanan terhadap strategi pesaingnya Jokowi-Ahok pada putaran kedua tampak jauh lebih baik. Banyak kemajuan yang dicapai Foke dalam memperbesar dukungan dari masyarakat Jakarta.



Menurut survei Harian Kompas, jumlah pemilih Jokowi-Ahok diputaran pertama yang akan mengalihkan suaranya ke Foke jauh lebih besar. Tidak kurang dari 8% pemilih Jokowi-Ahok akan mengalihkan dukungannya ke Foke-Nara pada putaran dua nanti.  Angka itu menunjukan trend peningkatan suara Foke-Nara jauh lebih baik dibandingkan pesaing.
Itulah juga yang mungkin membuat belum ada satupun analis atau pengamat berani memastikan siapa pemenang Pemilukada mendatang. Meskipun berdasarkan data hasil putaran pertama perbedaan suara Jokowi-Ahok  cukup besar, melihat trend terhadap Foke-Nara yang semakin baik itu, hasil putaran dua semakin sulit diprediksi.
 Harus diakui, disamping menghadapi keroyokan dari 5 pesaingnya, startegi dan upaya Foke pada putaran pertama jelas sekali belum optimal. Bahkan Foke sendiri hanya mengambil cuti satu hari untuk melakukan kampanye. Tim pendukungnya juga tidak menyiapkan diri menghadapi serangan atau geriliya lawan pada minggu tenang sampai detik-detik terakhir menjelang penjoblosan.
Di sisi lain pasangan Jokowi-Ahok bersama pendukungnya, terutama Prabowo bersama Partai Gerindra, mampu memanfaatkan celah dengan baik. Bukan rahasia, menngunakan celah yang memang belum diatur oleh KPUD dan Panwas, partai pendukung PDI-P dan Partai Gerindra serta jaringan Probowo Subianto, berhasil melakukan banyak manuver. Dan cara-cara ini masih tetap dilakukan sebelum musim kampanye putaran kedua.
Sebagai gambaran, karena tidak tercatat sebagai tim sukses dan mengaku hanya relawan, pendukung Jokowi-Ahok bebas melakukan manuver untuk menyudutkan pesaingnya. Salah satu contoh adalah apa yang dilakukan Kader PDI-P  Dewi Aryani dengan mengeluarkan pernyataan dan menyebarkan pesan SMS yang mengarahkan opini bahwa ada dugaan kebakaran di berbagai lokasi di Jakarta memang disengaja.
Tapi karena Dewi tidak tercatat sebagai tim sukses resmi Jokowi-Ahok, Panwas menganggap apa yang dilakukan oleh Dewi itu bukan pelanggaran kampanye atau black campaign (kampanye hitam). Padahal diakui atau tidak, pernyataan Dewi yang dikutip sangat memojokkan posisi Foke sebagai incumben.
Banyak hal lain yang serupa dilakukan pendukung Jokowi-Ahok bersama jaringannya. Iklan Probowo Subianto misalnya, atas nama asosiasi pedagang yang dipimpinnya, Prabowo tampil memberikan pesan bahwa Jokowi adalah contoh pemimpin yang merakyat, peduli pada pengusaha kecil seperti pedagang kaki lima.
 Oleh karena itu, tidak bisa dibantah pendapat banyak kalangan yang menilai bahwa sesungguhnya pertarungan Foke-Nara dengan Jokowi-Ahok bukanlah pertarungan mencari pemimpin DKI Jakarta yang terbaik, tapi lebih pada pertarungan antara elit politik nasional yang berkepentingan terhadap Pilpres 2014 seperti Probowo Subianto.
Hasil putaran pertama Pemilukada lalu sesungguhnya adalah hasi pertarungan Foke-Nara melawan Jokowi-Ahok plus Prabowo Subianto. Kenapa? Karena semua tahu, dalam putaran pertama Foke-Nara dibiarkan bertarung sendiri oleh elite nasional pendukungnya, termasuk Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Putaran Dua: Figur VS Visi
DI putaran kedua, peta persaingan sudah sangat berbeda. Foke tampak lebih berani memanfaatkan peluang. Menjelang putaran kedua, Ia jauh lebih sering mengunjungi warga. Bahkan Foke siap memanfaatkan waktu kampanye secara total, hal yang tidak ia lakukan pada putaran pertama.
Jaringan pendukungnya pun terus meluas. Bukan tidak mungkin, SBY sebagai Pembina Partai Demokrat akan ikut mengerahkan jaringannya mendukung Foke. DI putaran pertama, SBY terlihat lebih  banyak membiarkan Foke bertarung sendiri.
Melihat situasi terakhir, peluang Foke mengalahkan Jokowi-Ahok dalam petarungan yang ketat pada putaran dua ini cukup terbuka. Salah satu kunci untuk bisa berhasil, Foke dan pendukungnya harus bisa mengalihkan perhatian warga Jakarta dari perangkap pendekatan populis dan pencitraan yang dilakukan kubu Jokowi-Ahok menjadi pertarungan visi dan misi pembangunan Jakarta.
Foke harus memanfaatkan modal utamanya bahwa Ia mempunyai  visi pembangunan Jakarta yang lebik baik dibandingkan Jokowi-Ahok. Selama kampanye, Foke dan pendukungnya harus bisa mensosialisasikan dengan baik blue print Jakarta yang telah Ia siapkan. Cetak biru ini telah mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk pelaku dunia usaha.
Foke dan pendukungnya harus bisa meyakinkan warga Jakarta bahwa jangan sampai terperangkap gendang figur populis. Pemilih Jakarta perlu menyadari bahwa banyak contoh bahwa figure populis hanya bisa memuaskan emosi masyarakat, namun tidak bisa berbuat banyak dalam mengubah realita kehidupan masyarakat.
Contoh yang paling nyata adalah pemimpin Cuba Fidel Castro dan dan keluarga Kim pemimpin Korea Utara keluarga Kim Jong Il. Begitu didewakan, namun masyarakatnya tetap miskin dan tertinggal. Indonesia pun pernah mengalami hal ini, ada pemimpin yang begitu dipuja namun ketika tampuk pimpinan dipegang, Ia tidak berbuat banyak untuk perbaikan kehidupan nyata masyarakat.
Selamat memilih dengan cerdas warga Jakarta.


No comments:

Post a Comment