Saturday, September 1, 2012

Mengapa Logo Mobil “Kiat Esemka” Berubah Menjadi “Esemka”?




Entah  mengapa bangsa ini sangat mudah tersentuh hatinya kalau melihat sesuatu yang diperkirakan sebagai “ratu adil” atau “raja adil”. Sehingga sering tertipu oleh tampilan fisik dan tutur kata seseorang. Sudah banyak kasus-kasus penipuan yang mengenai banyak orang semisal bisnis yang sejenis dengan MLM dan lainnya. Meski sudah banyak contoh, namun tetap saja penipuan dengan tema yang sama terjadi dan terjadi lagi di tanah air.  Hal ini menandakan bangsa ini mudah tertipu oleh perasaan hatinya ketimbang perhitungan rasio atau akal sehat.


Lihatlah, dalam fenomena Jokowi yang digadang-gadangkan mampu menjadi gubernur dengan cepat terkenal bak meteor. Ini tidak lepas dari tim sukses mereka yang handal dalam memoles penampilan yang sederhana menjadi harapan dari sebagian masyarakat Jakarta. Padahal siapa sebenarnya Jokowi. Berikut ini adalah salah satu yang penulis catat selama berada di Solo pertengah Agustus 2012 lalu:

“Hallo, pak Sutan, dimana Anda?” Tanya pak Sukiyat dari seberang telpon.
“Saya di bengkel bapak,” Jawab Sutan saat itu.
“Loh, saya sudah di bengkel Solo,” Jawab pak Sukiyat. “Anda dari Jakarta ya? Mau interview mobil esemka?”

Semua kuinyakan, dengan harapan ia mau terbuka.  Namun, apa lacur? Kekecewaanlah yang kami dapat. Sudah satu jam menunggu di bengkel Sukiyat, Klaten, Jawa Tengah,pada Rabu (15/8) siang ternyata yang ditunggu berada di Mana’an, Solo. Ia tidak bersedia untuk memberi keterangan, karena kecewa dengan “teman kongsi” Walikota Solo Joko Widodo alias  Jokowi.
Lihat saja bukti di bawah ini, yaitu , 

pertama, dalam logo awal untuk mobil yang jasa Sukiyat sangat besar dalam mendidik anak-anak lulusan SMP dan baru di tengah jalan menjadi murid SMK.

Kedua, awalnya SMK yang direkrut untuk menerima pelatihan adalah SMK yang berasal dari pinggiran Kota Solo, semisal Sukoharjo, namun kemudian entah mengapa menjadi SMK terpavorit yang ada di kota Solo. Pastilah perubahan ini merupakan sikap politis demi memudahkan langkah selanjutnya dalam public expose.


Nah, wajarlah bila Jokowi dinilai sebagian orang yang sadar, bahwa ia sering melupakan jasa orang lain. Awalnya, ia menjadi walikota pada 2005 berkat jasa Partai Amanat Nasional. Namun, kemudian partai tersebut “didepak” dan memakai jasa PDIP (pada 2010 - 2015) dengan menyanding wakil yang kebetulan memiliki massa dari PDIP. Terakhir, ia pun ayo saja saat diminta Gerindra untuk maju menjadi salah seorang cagub di DKI Jakarta untuk periode 2012 - 2017.

Apakah tipikal “kutu loncat” Jokowi cocok dengan “kutu loncat” Ahok?




No comments:

Post a Comment